Wartawan Julius Rusticus Tewas di Tiang Gantung



Julius Rusticus, seorang wartawan Romawi diera Julius Caesar tewas digantung atas perintah Sang Kaisar yang sangat berkuasa itu. Padahal kesalahannya, kalau diukur dari kaidah-kaidah delik pers masa kini, amatlah sepele. Dia dituduh telah menyiarkan berita tentang rencana Sang Kaisar untuk memutasikan seorang pejabatnya. Berita semacam itu, bagi Caesar, sangat membahayakan posisinya. Sebab bisa memicu pemberontakan. Karena itu, Julius Rusticus ditangkap, diadili dan divonis hukum gantung hingga mati.

Kisah itu disampaikan seorang guru besar komunikasi massa, Drs.Onong Uchjana Effendy,MA, ketika saya mengikuti karya latihan wartawan yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bogor, hampir 20 tahun lalu, tepatnya April 1989.

Dunia jurnalistik, katanya, sebetulnya sejak dulu kala sudah dikenal manusia. Tapi jurnalistik yang mendekati gaya jurnalistik yang kita kenal sekarang, dimulai pada tahun 60 Sebelum Masehi. Tepatnya di Romawi diera Julius Caesar.


Saat itu Sang Kaisar mengeluarkan peraturan agar kegiatan-kegiatan senat diumumkan kepada khalayak. Sekecil apapun kegiatan senat itu, setiap harinya harus disampaikan kepada masyarakat. Media untuk menyampaikannya berupa papan pengumumam yang disebut Acta Diurna.

Tentu saja karena hal itu merupakan peraturan yang dikeluarkan Sang Penguasa Besar, maka yang mematuhinya pun bukan saja para senat, tapi juga para pejabat, penggede, tuan tanah dan kaum hartawan lainnya. Mereka datang ke Kota Roma dari saentero negeri untuk melihat berita-berita tentang aktivitas senat yang ditulis di Acta Diurna.

Tapi kemudian bagi sekelompok kaum bangsawan cara melihat berita seperti itu dianggap membuang-buang waktu. Mereka memang sangat membutuhkan berita yang ditulis pada Acta Diurna, tapi enggan datang sendiri. Karena itu mereka mengutus budak-budaknya yang pandai baca-tulis dan menyuruhnya mencatat segala sesuatu yang tertulis pada Acta Diurna. Dengan begitu para bangsawan Romawi setiap harinya tetap bisa membaca berita-berita kegiatan senat tanpa harus datang sendiri ke tempat dipampangnya Acta Diurna.

Dalam perkembangan selanjutnya, para pencatat yang dinamakan Diurnarii itu tidak saja terdiri dari para budak, tetapi juga orang-orang lain yang pandai baca-tulis. Mereka mencatat kegiatan-kegiatan senat lalu menjualnya kepada siapa saja yang membutuhkan berita seputar kegiatan senat, termasuk kebijakan-kebijakan yang ditelorkannya. Bahkan yang dicatat dan dijualnya pun beragam, mulai dari berita resmi sampai berita tidak resmi seputar senat. Yang penting berita-berita itu dianggap para Diurnarii akan menarik perhatian khalayak serta menyangkut kepentingan umum.

Sejak itulah mulai terjadi persaingan di antara sesama para Diurnarii. Sehingga untuk mempertahankan eksistensinya sebagai “wartawan”, mereka sengaja menelusuri sudut-sudut Kota Roma sampai ke luar kota untuk mencari berita. Pelabuhan dan penginapan-penginapan juga didatangi untuk mencari informasi dari para pendatang mengenai kejadian-kejadian di luar negeri.

Begitulah jurnalistik pada awalnya. Masih sederhana dan bersifat informatif semata; belum menginjak pada tarap “jurnal d`opinion” seperti terjadi pada awal-awal berikutnya yang berdampak sangat besar bagi masyarakat. Namun begitu, “jurnal d`information” yang diemban para jurnalis di zaman Romawi itu tak urung menelan korban jiwa, yakni dihukum-gantungnya wartawan Julius Rusticus.

Kesalahan Diurnarii itu sebetulnya sepele. Dia menyiarkan berita yang menurut kaca mata Sang Kaisar belum boleh diketahui umum. Yakni tentang rencana Julius Caesar untuk memutasikan seorang pembesarnya. Caesar beranggapan kalau rencana mutasi yang sedang dalam pertimbangannya itu tersebar di masyarakat, bisa-bisa timbul gejolak, bahkan mungkin pemberontakan. Karena bisa saja si pembesar itu tidak suka dipindahkan dan dia lalu mengumpulkan pengikutnya untuk memberontak kepada Caesar.

Julius Rusticus pun lalu ditangkap, diadili dan divonis mati dengan cara dihukum gantung. Inilah korban jiwa pertama dalam sejarah jurnalistik.

1 komentar:

NENSA MOON mengatakan...

Benar2 merasa prihatin atas tragedi yang menimpa wartawan Julius Rusticus...
Sunguh beruntung wartawan di era kini, bahkan bisa mengobok2 orang nomor satu di negri ini lewat karyanya....
Mungkin si Julius Rusticus sekarang sedang tersenyum dibalik kuburnya melihat kebebasan wartawan yang tidak pernah dirasakannya dulu namun bisa dinikmati oleh para penerusnya kini...

Keren blognya Mas Arus Rasyid... sudah saya follow yah, silahkan difollow back jk ingin...Thx

Posting Komentar