Kemana Martini Harus Kucari?

Tidak seorang pun karyawan di Perusahaan Pembalut Wanita itu tahu siapa Martini sebetulnya. Di mana tempat tinggalnya dan siapa orang tuanya, tak ada yang tahu. Yang mereka tahu Martini itu sekretaris bos. Dia cakap, cantik, luwes – itu pasti – dan ramah. Kata-kata yang keluar dari mulutnya yang bagus itu enak didengar. Malahan bau mulutnya pun terasa segar. Begitu juga keringatnya, harum. Tapi mereka tidak tahu siapa Martini sesungguhnya.

Mereka hanya tahu Martini merupakan karyawan yang paling rajin dan senantiasa datang paling pagi. Sehingga mereka tidak tahu dengan siapa Martini diantar ke kantor, apakah dengan pacarnya, dengan suaminya atau orang tuanya. Ketika kantor bubaran pun sekitar jam empat sore, para karyawan hanya bisa melihat Martini selalu naik bis kota jurusan C, yang kebetulan tidak ada karyawan lain di perusahaan itu yang pulang ke arah sana.

Tidak perdulikah para karyawan di sana kepada Martini, sehingga mereka sama sekali tidak tahu asal-usul Martini? Mungkin bukan itu penyebabnya. Tapi justru karena sosok Martini sendiri. Kecantikan dan keramahannya menebarkan pesona luar biasa yang membuat orang didekatnya seperti kena hipnotis. Itu diakui seorang karyawan, “Kalau sudah berhadapan dengan Martini, kita seolah-olah kehilangan kata-kata. Entah kenapa.”

Karyawan lain juga merasa begitu. “Sebetulnya kepengen sih saya menanyakan apakah Martini sudah punya pacar atau belum, atau barangkali sudah bersuami. Kalau belum bersuami atau belum punya pacar sama sekali, kenapa begitu. Padahal Martini cantik luar biasa,” katanya kepadaku.

“Saya juga kepengen menanyakan di mana tempat tinggalnya dan apakah masih memiliki ayah-ibu serta saudara. Kalau ya berapa orang saudaranya. Saya kepengen sekali menanyakan itu semua. Namun ketika berhadapan dengan Martini, lantas saya dikasih senyumnya yang manis dan mimik wajahnya yang ceria, tiba-tiba saja keinginan itu hilang. Dan saya jadi berpikir buat apa menanyakan itu semua. Apa untungnya bagi saya. Dengan melihat Martini tersenyum saja, kok hati saya merasa sudah cukup puas mengenal Martini.”

Hal senada pernah juga diungkapkan karyawan lain kepadaku. Katanya, “Kita umumnya merasa gatal pengen tahu masalah-masalah pribadi orang lain. Lebih-lebih bila orang itu cantik dan menarik seperti Martini. Tapi aneh kepada Martini, kita seakan-akan tak bisa buka mulut. Saya sendiri pernah mencoba beberapa kali untuk menanyakan asal-usulnya. Tapi itu lenyap seketika sesaat selah saya berhadapan dengan Martini. Saya lupa segalanya kalau Martini sudah tersenyum dan ngajak ngobrol.”

Belakangan aku ketahui pula bahwa petugas di bagian personalia pun tidak tahu siapa Martini sebetulnya. Tak pernah tercatatkan status atau biografinya di buku induk pegawai, sebagaimana lazimnya catatan tentang seorang karyawan tetap. Untuk Martini semua itu seolah-olah terlupakan. Tapi alasan petugas personalia, seperti dikatakannya kepadaku, sederhana saja.

“Martini hadir sebagai karyawan Perusahaan Pembalut Wanita tanpa prosedur yang jelas, sebagaimana ketentuan-ketentuan yang telah diatur perusahaan. Kali pertama Martini muncul di ruangan saya adalah ketika ia ke sini bersama bos. Kata beliau waktu itu `Ini Martini, pegawai baru kita. Tolong catat namanya`. Hanya begitu kata bos seraya ke luar lagi bersama Martini. Tak ada penyerahan berkas tentang data-data Martini.”

“Tapi kau kan bisa menanyakannya langsung kepada Martini dilain kesempatan? Kan kau juga tahu data-data tentang seorang karyawan sangatlah penting, ” ujarku ketika itu. Aku merasa berhak bertanya begitu karena di perusahaan itu aku punya jabatan yang erat kaitannya dengan urusan tetek-bengek karyawan.

“Kata bos itu tidak perlu. Yang penting Martini tercatat sebagai karyawan perusahaan ini dan kerjanya memuaskan. Atau kalau memang Bapak masih menghendaki data-data Martini, bagaimana kalau Bapak sendiri yang menanyakannya?”

Itulah! Pada dasarnya aku pun seperti kebanyakan karyawan lain, kepengen bertanya ini-itu, namun ketika sudah berhadapan dengan Martini dan dikasih senyumnya yang amat manis serta nada bicaranya yang enak didengar, membuat keinginan itu lenyap seketika.

Jadi begitulah! Selama enam bulan ini Martini menjadi sosok teka-teki yang rumit, tapi menarik untuk digunjingkan. Ada sebagian karyawan yang bilang bahwa Martini merupakan gadis simpanan bos, dengan bukti-bukti asal-usulnya tidak jelas. “Dengan begitu, kalau istri bos tahu bahwa bos nyeleweng, Martini akan terlindungi, kerena alamatnya tidak ada,” katanya.

Tapi ada juga yang mengatakan bahwa Martini sebetulnya sanak famili bos sendiri. Sebab kalau Martini orang lain, bos tentu akan menyuruh bawahannya mencatat segala data tentang Martini, sehingga kalau misalnya Martini membawa kabur uang kantor dapat disusul ke rumahnya atau meminta pertanggungjawaban keluarga atau orang tuanya.

Juga ada yang berpendepat bahwa Martini sebetulnya seorang polwan dari bagian intel yang sengaja dipekerjakan bos di perusahaannya. Jadi sifatnya sementara. Karenanya segala tetek-bengek tentang asal-usul Martini dianggap tidak penting oleh bos. Sedangkan tugas yang dibebankan kepadanya mungkin menyangkut berbagai hal, mulai dari lalu-lintas keungan perusahaan hingga kemungkinan adanya mata-mata dari perusahaan sejenis yang mencoba mencuri formula pembuatan pembalut wanita. Maklum produk pembalut wanita dari perusahaan tempat saya bekerja terbilang laris dan digandrungi kaum perempuan.

Tapi pendapat mayoritas dari para karyawan menyebutkan bahwa Martini mula-mula datang ke perusahaan itu sebagai tenaga praktekan dari sebuah akademi sekretaris. Selama praktek, bos menilai Martini punya potensi menjadi karyawan teladan. Sehingga kemudian bos memintanya untuk menjadi karyawan tetap. Atau boleh jadi selama kerja praktek itu, bos jatuh cinta kepada Martini, lalu bos memintanya untuk terus bekerja di perusahaan itu agar mereka dapat bercinta kapan saja. Soal data-data Martini yang semestinya dicatat bagian personalia, terlupakan oleh bos.

Sampai enam bulan ini Martini memang jadi bahan obrolan. Namun pagi tadi para karyawan tampak celingukan. Meja tempak kerja Martini, yang persis berada di depan ruangan bos, hingga pukul Sembilan masih kosong. Martini belum masuk kantor. Ini aneh dan tidak biasanya. Bahkan sampai istirahat siang tiba, sekretaris cantik itu belum juga kelihatan. Inilah untuk pertama kalinya Martini absen.

Tapi rupanya tak hanya hari ini. Esoknya Martini juga absen, sehingga para karyawan bertanya-tanya, “Ke mana Martini?” Sebagian menduga Martini mungkin sakit. Yang lain bilang mungkin Martini pulang kampung dan tak sempat mengasih khabar ke kantor. Bahkan ada juga yang berpikiran Martini mungkin dibunuh komplotan penjahat setelah seluruh kekayaannya dirampok.

“Ah, jangan-jangan Martini diperkosa dan sekarang berada di rumah sakit,” pendapat karyawan lainnya lagi, “Piihak rumah sakit tidak bisa menyampaikan khabar ke kantor kita oleh karena tak ada alamat kantor ini dalam dokumen-dokumen yang dibawa Martini di tasnya. Atau boleh jadi karena Martini merasa malu telah diperkosa. Jadi dia menganggap tidak usah mengasih khabar kepada bos.”

Karyawan lain menduga lebih gila lagi. Katanya, Martini mungkin ketabrak sedan yang dikemudikan pemuda sableng di suatu tempat yang sunyi, sehingga dengan enaknya si pemuda membawa Martini lalu melemparkannya ke sebuah jurang yang sangat dalam, yang di sana telah menanti ular-ulah besar pemakan bangkai. Sehingga dengan begitu jejak tabrakan itu tak berbebas, dan si pemuda sableng kembali menyetir sedannya sambil bersiul-siul.

“Tapi dugaanku sih Martini telah menikah dengan pemuda pilihannya. Karena itu Martini merasa tidak perlu bekerja lagi, sebab sudah ada suami yang memberinya napkah. Hal itu menurut Martini tak perlu disampaikan kepada bos, toh datangnya ke kantor ini pun secara tak terduga, maka perginya pun secara tak terduga pula,” kata karyawan dari bagian pemasaran.

Sampai seminggu Martini belum juga masuk kantor, dan aku kemudian dipanggil bos. Beliau menanyakan mengapa Martini belumj juga bekerja. Tentu saja aku gelagapan ditanya begitu. Sebab aku sendiri memang tidak tahu karena apa Martini absen dalam seminggu ini.

“Coba hubungi ke rumahnya. Barangkali dia sakit dan perlu uang buat berobat ke dokter. Kasihan kan?” kata bos, “Lagi pula kantor kita butuh tenaga Martini. Coba kamu lihat, selama seminggu Martini tidak hadir, acara saya berantakan.”

“Tapi kita tidak punya alamatnya, Pak?”
“Ah, masak sih?” bos tampak keheranan. “Tapi kalau memang belum tercatat, coba tanyakan kepada karyawan lain. Pasti ada yang tahu. Saya ingin dengar khabarnya besok,” ujar bos seraya menyandarkan punggungnya ke kursi. Dan aku paham maksud beliau bahwa pembicaraan sudah selesai. Aku pun keluar dari ruangan bos.

Sambil melangkah, otakku berputar, kemana aku harus mencari Martini kalau di perusahaan ini tak tercatat alamatnya? Siapa yang harus kuhubungi kalau Martini selama ini terkesan seperti mahluk yang keluar dari belahan batu? Para karyawan, seperti yang kuduga sebelumnya, memang tak seorang pun tahu di mana Martini tinggal.

Haruskah aku menanyai setiap sopir, kernet dan kondekutur bis kota jurusan C, di mana kira-kira Martini selalu turun? Tapi hapalkah mereka kepada penumpang bernama Martini? Kalau pun ada yang hapal bahwa Martini selalu turun di halte anu, lalu aku harus mencari kemana lagi? Kecil kemungkinan begitu Martini turun dari bis kota, dia sudah sampai di rumahnya, atau hanya perlu puluhan langkah dari halte itu untuk sampai ke rumahnya. Kemungkinan besar dari halte itu Martini naik beca lagi, atau mungkin naik bis kota lagi ke jurusan lain. Haruskah aku menanyakannya juga kepada setiap tukang becak dan setiuap sopir bis kota di kotaku?

Aku benar-benar bingung. Sampai aku pulang ke rumah, aku belum bisa memutuskan ke mana aku harus mencari Martini, atau siapa yang harus aku hubungi.

(Cerpen lama, pernah dimuat di HU Bandung Pos sekitar awal 90-an, dan diedit di sana-sini tanpa mengurangi substansi cerpen aslinya)

13 komentar:

bolehngeblog mengatakan...

salah sendiri kang, kenapa pas datang gak nanya detail, misal no. hp, fb, dll...

kang, kalau boleh saran, sekarang dah gak zaman blog pake kode notifikasi ketika mau berkomentar...kan udah ada comments moderation di dashboar...

inung halaman samping mengatakan...

Wah cerpenis senior nih :)

Kang, coba nanya ke sopir dan kondektur Jurusan G, mungkin dalam hitungan detik bisa ketahuan jejak Martini [Jurusan G = jurusan Googling] qeqeqe

Oya, itukan dah belasan ampir puluhan tahun lalu, cek di Facebook dan Twitter, kali aja neng Martini dah punya akun FB atau dotan ngetweet :)

Btw doi terhitung beruntung karena dari magang/mahasiswi praktik jurusan sekretaris bisa ditarik jadi karyawan :)

Trims ya udah mampir di postingan blog saya :D salam hormat!

DenBaGas mengatakan...

Salam
Cerita Martini ini seperti merefleksi kehidupan seseorang (buruh wanita tp saya lupa namanya) yang kawan Arus Rasyid tuangkan dalam bentuk tulisan. Menarik dan dapat ditarik hikmah walau setengah..

Salam kawan

joe mengatakan...

kenapa ya namanya Martini, ada alasan khusus gak?

rahmatea mengatakan...

inilah hebatnya sang cerpenis....bahasanya mengalir tak terasa....tahu-tahu habis!
si akang hebatlah!!!

saya mengagumi cerpen2nya aam amilia kang.

Blogger mengatakan...

kata demi kata dirangkai hingga menjadi kalimat yang menggambarkan alur cerita, tak terasa paragrap demi paragrap terlewati dengan penuh nuansa...Martini...

Darin mengatakan...

Cerpen yang bagus pak. Masih relevan kalau di re-publish di waktu kini :)

rian punya blog mengatakan...

martini oh martini...

Junaedi mengatakan...

Isi cerpen ttg Martini emang oke jd kunjungi blog lagi ya pak

odah etam mengatakan...

lama aq gk ke sini ne om....hehehehe....bersilaturrahmi

Iosif mengatakan...

Hi! I apologize for not having commented about your subject, but I would like to propose to register a new site that is very similar to Facebook, but it is much nicer and who pays for visits to the most clikuri important for me is very serious. If you want to see Sitta or to register, the link will open in Spanish but you can go right up in any language you want!
We expect one of my friends on:
http://www.klikot.com/es-sp/SignUp.aspx?advertiser_id=1242777
Respectful greetings to all!

tutorial blogging mengatakan...

bagus artikelnya mas,
mari bertukar link dgn blog saya
http://blog.umy.ac.id/tutorialblogging/
kalau mau kabarin ya.
salam kenal :)

kandang kurban mengatakan...

cara menghitung zakat mall zakat online mudah

Posting Komentar