Menempatkan Orang pada Tempatnya

Julia Perez alias Jupe tampaknya ngotot untuk mencalonkan diri sebagai wakil bupati Pacitan. Sekalipun di sana, sepanjang pemberitaan yang sempat saya baca, Jupe banyak mendapat penolakan warga setempat, antara lain karena mungkin reputasi Jupe selama ini lebih dikenal sebagai artis yang suka berpenampilan seronok.

Di tempat lain, baik di daerah tingkat kabupaten/kota maupun daerah tingkat provinsi yang sama-sama sedang bersiap-siap menyelenggarakan Pemilihan Umum Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada), kita juga mendengar atau membaca pemberitaan banyaknya “tokoh baru gede” yang berambisi mengikuti pemiluka, baik dari kalangan pengusaha maupun tokoh masyarakat lainnya.

Mereka, melalui pidatonya di hadapan warga, dan juga melalui media seperti surat kabar, dengan berapi-api meyakinkan warga setempat bahwa mereka akan mampu mensejahterakan rakyat kalau mereka nanti terpilih sebagai kepala daerah. Padahal selama ini, ketika rakyat sedang kesusahan, mereka entah sembunyi di mana.

Layakkah mereka jadi pemimpin, tepatnya jadi kepala daerah (bupati, walikota, gubernur) di tempat mereka mencalonkan? Saya, dan kita, agaknya tidak layak menilai mereka layak atau tidak menjadi pemimpin atau kepala daerah. Sebab layak-tidaknya akan ditentukan oleh rakyat di daerah itu sendiri.

Kalau mereka menang dalam pemilukada, bolehlah kita berkomentar, mereka layak jadi kepala daerah. Lho, mau komentar apa lagi? Rakyat setempat telah memilihnya. Sekalipun memang kemenangan seseorang dalam pemilukada tidak murni ditentukan oleh kuatnya kepemimpinan yang bersangkutan. Sebab seperti kita ketahui masyarakat kita sekarang ini cenderung berpikir pragmatis: siapa yang kasih duit, maka dialah yang akan dipilih.

Tak heran bila muncul kesan, calon pemimpin yang berkantung tebal, apalagi populer seperti dari kalangan selebriti, punya persentase kemenangan lebih besar ketimbang calon dari kalangan politikus atau birokrat sekalipun dia hebat.

Masalahnya ketika mereka menang lalu menjalani hari-harinya sebagai kepala daerah, mereka ternyata tidak mampu menunjukkan kinerja yang sesuai dengan harapan masyarakat. Bahkan janji-ianjinya saat kampanye dalam pemilukada, juga cuma omong doang.

Karena itu saya pribadi berpikir untuk jabatan kepala daerah, mulai dari bupati, walikota hingga gubernur, biarlah dipegang oleh mereka yang memang punya kemampuan dan pengalaman dalam pemerintahan. Suatu hal akan berhasil bila kita menempatkan seseorang yang memang pada tempatnya, the right man on the right place, begitu kata pepatah.

Dengan kata lain, biarlah para birokrat yang berkemampuan yang bertarung dalam pemilukada. Sementara artis atau pengusaha, biarlah besar di dunianya masing-masing. Karena mengurus pemerintahan berbeda dengan bermain sinetron. Mengurus pemerintahan juga berbeda dengan bisnis, yang hanya berpikir soal untung-rugi.

Mengurus pemerintahan adalah mengurus yang diperintah, yakni rakyat. Berjuta rakyat, berjuta pula keinginannya. Karena itu selain harus memahami pemerintahan, seorang pemimpin juga harus arif dan bijaksana.

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Seorang pemimpin memang harus jujur, berwibawa, arif dan bijaksana. Semuanya adalah saudara kita. Berilah kesempatan. Ikuti mekanismenya. Indonesia adalah negara demokratis. Semua warga negara adalah sama dimata hukum.

NENSA MOON mengatakan...

Satu iklim yg kini sedang ngetrend di tanah air...
Begitu ramai artis n celebrities mencalonkan diri menjadi bupati, gubernur... mungkin suatu saat menjadi presiden....?!
Kini bahkan seorang artis seronokpun tidak mau kalah untuk ambil bagian...
Hmmmm.... zaman sudah edann?!

Nina Astika mengatakan...

Begitulah demokrasi.
Biarlah waktu yang nanti akan membuktikan,
seberapa sakti ibu Jupe kita ini.
Saya yakin, masyarakat kita sudah lebih pandai.

Freelancer mengatakan...

Biarlah anjing menggonggong, khafilah tetap berlalu. Begitulah mungkin semboyannya Jupe sekarang. Tapi masalahnya, siapa yang jadi anjing, siapa yang jadi khafilah ya mas? Siapa yang menggonggong dan siapa yang digonggongin? Wah.. capek deh..

Posting Komentar