Apa Artinya Air Mancur Kalau Airnya tidak Mancur?

Apa namanya air mancur yang airnya tidak mancur? Jawabnya, barangkali, Taman Air Mancur Alun-alun Cianjur, Jawa Barat. Sebab air mancur di taman itu, jarang berfungsi. Atau lebih tepatnya barangkali, jarang dihidupkan, kecuali kalau ada rombongan tamu dari daerah lain yang berkunjung ke Pendopo Cianjur.

Boleh jadi sang empunya pembangunan, yakni Pemkab Cianjur, tidak penting menjadikan taman air mancur itu harus disertai dengan airnya yang selalu mancur. Karena mungkin awalnya pun pembangunan taman air mancur itu hanya sebuah proyek, yang konon nilainya bermiliar-miliar rupiah. Ketika proyek itu selesai dikerjakan, maka selesailah segalanya. Soal apakah air mancur itu harus selalu mancur atau tidak, itu diluar kontek proyek.


Dan sesungguhnya kita bisa memahami, mengapa air mancur di taman alun-alun itu jarang dihidupkan. Yakni untuk menghemat biaya pemeliharaan. Sebab air mancur itu dihidupkan dengan mesin berdaya listrik. Bisa dibayangkan berapa biaya yang dikeluarkan kalau air mancur it terus-menerus dihidupkan. Makanya demi menghemat dana, jadilah air mancur itu mancur kalau dikehendaki.

Sampai di situ sebetulnya kita paham. Tapi kemudian ada pertanyaan yang menggelitik: ketika taman air mancur itu dirancang, apakah tidak dipikirkan biaya pemeliharaannya, khusunya untuk menghidupkan air mancur itu agar selamanya mancur? Jangan-jangan memang pembangunan taman air mancur itu tidak dirancang dengan matang? Jangan-jangan malah hanya sekedar gagah-gagahan?

Padahal perubahan fungsi alun-alun menjadi taman air mancur itu, berbiaya sangat mahal. Bukan saja berupa dana yang dikeluarkan untuk pembangunannya itu sendiri, tapi juga ada nilai-nilai sosial dan budaya yang kini hilang. Bahkan bagi Pemkab Cianjur sendiri, berubahnya alun-alun menjadi taman, telah membuat hilangnya tempat upacara kenegaraan yang dekat dengan pusat pemerintahan.

Belum lagi hilangnya tempat beraktivitas bagi murid-murid sekolah yang ada di sekitar Alun-alun Cianjur. Sebab sebelumnya banyak sekolah di Kota Cianjur yang memanfaatkan alun-alun untuk melakukan aktivitas olah raga atau kesenian. Dan ini menjadi interaksi soaial yang sangat bagus bagi anak-anak sekolah itu.

Sementara dari sisi budaya, barangkali, hilangnya fungsi alun-alun itu menjadikan lenyapnya Kota Cianjur sebagai kota yang memiliki tradisi luhur nenek moyang. Sebab di negara kita, khususnya di Tanah Jawa, sebuah kota lama itu bisa dilihat dari tiga ciri, yakni pendopo sebagai pusat pemerintahan, masjid agung sebagai pusat kegiatan keagamaan dan alun-alun sebagai pusat interaksi sosial. Ketiga ciri itu berada dalam satu lingkungan.

Sekarang Alun-alun Cianjur telah kehilangan fungsinya sebagai alun-alun. Karena memang dalam kamus apa pun, alun-alun diartikan sebagai lahan kosong yang luas dan rata, atau disebut juga lapangan yang luas. Bila sekarang di lahan itu telah muncul bangunan air mancur, taman dan pernik-pernik lainnya, apakah masih layak disebut alun-alun?

Sungguh besar pengorban yang kita keluarkan untuk menjadikan Alun-alun Cianjur sebagai taman air mancur. Tapi sayangnya, air mancurnya sendiri, yang merupakan ikon dari taman itu, jarang sekali dihidupkan. Sehingga banyak orang yang bermain-main di taman itu, bertanya-tanya, mana air mancurnya?

Paling tidak, pertanyaan itu muncul dari anak saya yang berkali-kali datang ke alun-alun tapi tak pernah “kawenehan” melihat air mancur sedang memancurkan airnya. Padahal anak saya datang ke sana hanya untuk melihat air mancur. Maklum kami datang dari udik, sehingga ketika ada khabar bahwa Alun-alun Cianjur kini telah menjadi taman air mancur, kami jadi penasaran, seperti apa air mancur itu, apakah seperti di Bunderan HI Jakarta?

Sayangnya Pemkab Cianjur agaknya kekurangan dana untuk menghidupkan mesin pemuncrat air mancur itu.

0 komentar:

Posting Komentar