Hati-hati 29 Juta Tabung Gas 3 Kg tidak Layak Pakai

Pernahkah Anda, di jaman Orde Baru yang katanya tidak demokratis, "dipaksa" oleh pemerintah untuk menggunakan produk tertentu sekalipun demi kepentingan nasional? Rasanya belum pernah ya. Tapi sebaliknya diera reformasi yang katanya rakyat hidup lebih demokratis, kita "dipaksa" oleh pemerintah untuk menggunakan gas (LPG) dengan alasan pemerintah tidak mungkin terus-menerus memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM), termasuk minyak tanah, yang notabene digunakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia untuk memasak, lampu penerangan (bagi yang belum kebagian aliran listrik) dan sebagainya.

Mayoritas masyarakat memang merasa "dipaksa" untuk menggunakan gas oleh karena setelah Program Konversi Minyak Tanah ke Elpiji berhasil dilakukan pemerintah, minyak tanah lenyap seolah-olah kembali ke perut bumi. Kalau pun masih ada, selain jumlahnya sangat terbatas juga harganya selangit, bahkan lebih mahal ketimbang harga bensin. Ini terbalik dibandingkan saat Orde Baru. Saat itu harga minyak tanah lebih murah ketimbang harga bensin, dan itu berkat adanya subsidi yang menurut saya layak dinikmati rakyat.

Tapi sudahlah. Program Konversi sudah selesai. Lupakan minyak tanah. Karena rakyat pun, harus diakui, banyak juga yang merasakan keuntungan penggunaan gas, sepanjang tabungnya layak pakai, komponen kompor gas memadai dan volume gas yang dibelinya sesuai dengan kapasitas tabungnya sendiri. Dan karena itu silakan pemerintah tersenyum karena programnya berhasil dilaksanakan dan dinikmati rakyat. Tapi apa yang sesungguhnya terjadi sekarang?

Awalnya kita mungkin menganggap kasus tabung gas yang meledak, hanya kasuistis semata. Begitu juga takaran atau isi gas dalam tabung yang tidak sesuai dengan ukurannya, hanya ulah segelintir orang untuk memperoleh keuntungan lebih dengan menipu konsumen. Sehingga kita pun "dapat" menerima sikap pemerintah yang terkesan acuh-tak-acuh atas kasus-kasus tersebut. Karena mungkin hal itu bukan bencana nasional akibat Program Konversi. Tapi kemudian kita tersentak, dibalik ledakan-ledakan tabung gas 3 kg itu ternyata ada sesuatu yang kurang beres. Bahkan sahabat saya Atok menyebutnya sebagai Bom Waktu.

Simak berita utama halaman pertama Harian Pelita. Di situ disebutkan hasil survey Badan Sertifikasi Nasional (BSN) yang sangat menyengat otak kita. Katanya 66 persen dari 44 juta tabung atau sekitar 29 juta tabung yang beredar di masyarakat tidak layak pakai. Begitupun dengan komponen lainnya yaitu kompor yang 50 persen atau sebesar 22 juta unit tidak layak pakai, sebanyak 8,8 juta regulator juga tidak memenuhi standar. Bahkan, 100 persen selang yang digunakan masyarakat saat ini tidak layak. Kondisi ini sangat mengerikan karena masyarakat harus menggunakan produk yang tidak standar dan mengancam nyawanya.

Karena itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah untuk segera menarik produk elpiji 3 Kg yang tidak layak pakai karena keberadaannya akan mengancam nyawa pemiliknya. "Ini cacat hukum karena secara hukum konsumen tidak boleh menggunakan produk yang tidak layak. Jadi, kami meminta agar produk elpiji 3 Kg yang tidak layak ini harus di-recall atau ditarik oleh pemerintah karena pertaruhannya korban jiwa," jelas Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Ia juga menilai, program konversi minyak tanah ke elpiji yang dibuat pemerintah sebagai kebijakan yang instan dan terburu-buru. Kebijakan ini dibuat tanpa kajian dan sosialisasi yang matang kepada masyarakat. Padahal, sosialisasi penggunaan elpiji kepada para penggunanya ini sangat penting. Berdasarkan fakta yang ada kasus ledakan elpiji 3 Kg disebabkan masyarakat kurang paham soal bagaimana menggunakan elpiji secara baik dan benar. "Insiden yang terjadi salah satunya disebabkan kesalahan masyarakat tidak tahu bagaimana menggunakan elpiji 3 Kg. Selang bocor malah ditambal. Ini entah karena mereka tidak tahu atau secara finansial mereka tidak mampu?" ungkapnya. Tulus juga menilai pemerintah seperti cuci-tangan setelah menetapkan program ini. Pengawasan pemerintah dianggap masih sangat kurang.

Tidakkah hal itu mengerikan? Masihkah pemerintah akan berpangku-tangan? Padahal persoalannya bukan hanya itu. Takaran gas dalam tabung 3 kg, belakangan ini sering dikeluhkan masyarakat karena isinya tidak sesuai alias tekor. Hal itu diketahui bukan saja karena gas cepat habis (padahal pemakaiannya normal), tapi juga terlihat dari meteran yang terpasang di regulator. Katanya, pada awal-awal penggunaan elpiji, angka dalam regulator menunjukkan angka 6, sehingga bisa disimpulkan bahwa setiap angka berarti setengah kilo.

Belakangan angka meteran itu hanya sampai pada angka 5. Komsumen umumnya masih bisa menerima. Namun dalam dua pekan terakhir, banyak komsumen yang terhenyak. Angka meteran regulator, ketika dipasang ke tabung gas 3 kg yang baru, hanya menunjuk angka 3 atau 4. Tekornya berarti satu kilo bahkan ada yang lebih, sementara harganya tetap, eceran di warung Rp15.000,00. Apakah karena regulatornya rusak, atau karena gas dalam tabung membeku? Yang jelas, gas dalam tabung 3 kg cepat habis.

Persoalannya menjadi serius kalau kita lihat bahwa pengguna tabung 3 kg di Nusantara sebagian besar masih menggunakan komponen yang diperolehnya dari bantuan pemerintah. Seperti regulator yang tidak dilengkapi alat ukurnya. Mereka tentu tidak tahu bahwa isi tabung 3 kg yang dibelinya, mungkin tidak sesuai dengan isi elpijinya yang juga harus 3 kg. Mereka hanya tahu, gas cepat habis padahal pemakaiannya normar-normal saja. Apakah hal ini juga tidak menjadi perhatian pemerintah?

Sagat disayangkan memang bila Program Konversi itu hanya cukup dilihat dari sisi beban APBN semata bahwa sekarang subsudi untuk BBM telah berkurang secara signifikan, sehingga APBN bisa berbuat lebih banyak untuk membangun berbagai kepentingan rakyat. Padahal konversi mestinya juga dibarengi dengan tanggung jawab penuh pemerintah untuk melindungi masyarakat terkait penggunaan elpiji sebagai bahan bakar untuk rumah tangga.

10 komentar:

Darin mengatakan...

Tela'ah yang sangat cerdas pak. Ya, beginilah keadaannya. Saya setuju jika kita memang 'dipaksa' untuk menggunakan tabung2 gas tersebut.

Saya juga belum menemukan action pemerintah untuk menanggulangi masalah ini. Saya takut juga kalo ini bisa jadi bom waktu sosial.

NENSA MOON mengatakan...

beginilah nasib rakyat kecil di negri ini. selalu menjadi korban pihak2 yg tidak bertanggung jawab...
kegagalan program 'pemaksaan' penggunaan tabung gas elpiji 3kg ini yg sudah sangat bnyk memakan korban namun tak juga membuat pemerintah bergeming...
sunguh kasian si rakyat kecil ini... tampaknya pemerintah sudah tidak lagi berpihak padanya... lalu kemana lagi si rakyat kecil harus meminta perlindungan...
jawabannya: tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.... Oooo...

joe mengatakan...

kok mau koment gak bisa ya?

Blogger mengatakan...

yach lagi2 memang rakyat kecil yang selalu merasakan dampaknya ya mas, sudah dirasa di paksa sekarang justru untuk sebuah kenyamanan akan produk yang diajukan malah tidak ada jaminan..
rakyat selalu jadi korban!
Sukses Slalu!

gatelband mengatakan...

ya ironis juga ya pak' , omomg2 negri ini lebih banyak menghasilkan gas atau minyak sih ???

sukses 4 u

Ferdinand mengatakan...

Wah aku juga agak miris denger berita ini Sob.......kenapa dulu udah susah2 ngajak masyarakat Konversi dari Minyak tanah ke Gas..koQ sekarang giliran masyarakat udah pake Gas malah sering meledak dan terjadi kebakaran.......

Seharusnya pemerintah ga cuma mikirin pendapatan negara aja donk......

klo boleh share dikit Sob.....aku pernah liat pedagang yang nyuntik sendiri gas dari tabung 12 kg ke tabung 3 kg.. mungkin itu juga salah satu penyalah gunaan dilapangan Sob...

Semangat Sob....Met aktivitas!!!

Unknown mengatakan...

Orde baru tidak selalu buruk, ada banyak hal yang juga baik dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Yang baik kita ambil, dan yang buruk kita tinggalkan. Data tentang tabung gas 3 kg ini membuat kita miris dan ngeri. Bila tabung gas 3 kg tersebut meledak, memang taruhannya adalah nyawa. Amat berbahaya. Mestinya produk yang dipakai secara luas oleh masyarakat harus memenuhi syarat baik mutu, keamanan bagi konsumen dan lainnya. Harus SNI. Banyak hal yang harus dibenahi sehingga penggunaan tabung gas 3 kg tidak menjadi permasalahan lagi di Indonesia. Artikel yang amat menarik. Trims sharingnya sobat. Salam sukses.

mixedfresh mengatakan...

sangat memprihatinkan, walaupun tujuannya baik untuk beralih ke tabung gas tetapi masyarakat indonesia sebagian besar belum siap untuk pindah dari mitan, tabung gas ni seperti bom waktu saja

indragmilr mengatakan...

miris banget, Ibu saya sekarang parno banget kalo nyium bau gas walaupun cuma dikit, soalnya banyak berita gas meledak dimana - mana...apalagi gas d rumah gede banget...kita harus waspada...

Junaedi mengatakan...

Ya kita harus berhati-hati dalam membeli tabung gas elpiji periksa dg teliti apakah ada cacatnya apa enggak. Ya, kan om

Posting Komentar